Khawatir Istriku Tak Terima, Aku Berpoligami di Belakangnya, Bolehkah?

Sepercikhikmah – Sahabat sepercikhikmah dalam suatu hu*bungan kejujuran sangatlah dibutuhkan, dalam keadaan apapun jujur pada pasangan akan jauh lebih baik meski itu sangat menyakitkan.



Ketika memang diriku tak bisa menahan untuk tak mendua, inginku hanya untuk berlaku adil kepada mereka, namun aku ternyata salah karena memang aku tetap melakukan hal ini secara sembunyi-sembunyi dan dia tak mengetahui sama sekali. Ya, aku sang suami yang berpoligami di belakang istriku. Mungkin kalian yang membaca akan geram ketika mendengar penjelasanku ini, namun ketahuilah bahwa aku hanya ingin menjadikan dia dan dia seakan seperti yang pertama tanpa ada perasaan terbagi satu sama lain.

Namun, masih membuatku bingung, bagaimana Islam mengatur masalah ini jikalau memang aku secara tidak terang-terangan berpoligami?

Ketika berbica hal ini, wanita mana yang ingin di poligami? Meskipun mengijinkan akan tetapi pastilah ada rasa sakit yang dirasakan. Atau kita bisa lihat banyak  istri yang tidak terima suaminya menikah lagi sehingga terjadilah kegoncangan bahkan ada yang berakhir dengan perceraian. Sehingga  karena beberapaalasan seorang suami berpoligami diam-diam.

Lalu bolehkah seorang suami menikah lagi (berpoligami) diam-diam (kucing-kucingan) tanpa diketahui istri pertama?

Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah pernah ditanya apakah disyaratkan untuk sahnya nikah, seorang suami yang ingin poligami harus mengakui bahwa statusnya sudah menikah dengan wanita lain ketika tidak ditanya hal tersebut. Apakah ada konsekuensi jika ia berbohong mengatakan belum menikah saat ditanya (padahal sudah punya istri dan anak)?

Jawaban Syaikh Jibrin,

Yang jelas seorang pria tidak mesti mengabarkan pada istri kedua atau keluarganya bahwa ia telah menikah sebelumnya (masih berkeluarga) ketika tidak ditanya.

Akan tetapi hal itu mustahil tersembunyi. Karena yang namanya nikah pasti akan menelusuri dan ingin mencari tahu keadaan masing-masing pasangan sebelum terjadinya akad, lantas diputuskan pantas ataukah tidak dijadikan pasangan. Yang jelas tidak boleh sampai menyembunyikan status dari kenyataan.

Jika sampai ada dusta di antara pasangan suami-istri tersebut, lantas akad sudah berlangsung, maka ada hak khiyar (memutuskan untuk lanjut ataukah tidak). Jika salah satunya mengaku bahwa ia belum menikah, padahal itu dusta, maka boleh memilih untuk fasekh (membatalkan nikah, pen.) atau boleh tetap lanjut. Begitu pula ketika ada yang mengaku sebagai gadis padahal tidak lagi gadis, maka boleh memilih lanjut ataukah membatalkan nikah. (Diambil dari Fawaid wa Fatawa Tahummu Al-Mar’ah Al-Muslimah, 114)

Kejujuran itu penting. Nikah atau berpoligami dengan kucing-kucingan pasti akan penuh dengan kedustaan. Tak percaya?

Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta,” (HR. Muslim, no. 2607).



Karena berpoligami itu adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sendiri mengajarkan kejujuran, maka berpoligami hendaklah berani untuk jujur. Akan tapi bila tidak sanggup untuk adil maka satu saja lebih baik.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki yang demikian itu adalah lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim,” (Q,S An-Nisa: 3).  Wallahu waliyyut taufiq.

Memang jika sudah terlanjur, maka pernikahan tersebut sah oleh agama. Akan tetapi ingatlah satu hal, bahwa suami tak boleh menyakiti hati istrinya. Maka dari itulah, berlaku adil dan terbuka dengan kejujuran untuk menyampaikan hal tersebut kepada sang istri memang cukup diperlukan. Karena memang seseorang yang ingin berpoligami diperbolehkan oleh Allah SWT, namun dengan persyaratan yang sangat berat dan haruslah ada tanggung jawab besar di dalamnya.



Sumber:Wajibbaca
loading...
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==