SepercikHikmah – Sahabat SepercikHikmah Yang dimuliakan Oleh Allah
SWT, Sebagian tempat di negeri kita apalagi di daerah Jawa sering kita jumpai
beberapa masjid yang di dalamnya terdapat kubur atau kuburan. Ada yang kuburnya
berada di samping kanan dan kiri masjid, ada pula yang berada di arah kiblat
bersambungan dengan masjid. Padahal sholat di masjid yang ada kubur seperti ini
terlarang berdasarkan nash (dalil). Jika kita telah terlanjur sholat di masjid
semacam itu dan baru mengetahui setelah sholat bahwa di masjid tersebut
terdapat kubur, apakah sholat kita tadi sah atau sholat tersebut perlu diulang?
Sahabat SepercikHikmah Simak Ulasannya dibawah ini :
Larangan
Sholat di Kubur
Seluruh tempat di muka bumi ini bisa dijadikan tempat untuk sholat,
itulah asalnya. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ
“Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat sholat dan untuk bersuci.
Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu sholat, maka sholatlah di tempat
tersebut” (HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).
Namun ada tempat-tempat terlarang untuk sholat semisal kuburan atau
daerah pemakaman.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Seluruh bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk sholat) kecuali
kuburan dan tempat pemandian” (HR. Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad
Darimi no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
Dari Abu Martsad Al Ghonawi, beliau berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Janganlah sholat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya”
(HR. Muslim no. 972).
Larangan Bersatunya Kubur dan Masjid
Dari Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur
nabi dan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur
menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian” (HR.
Muslim no. 532).
Ummu Salamah pernah menceritakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengenai gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut
Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya
terdapat gambar-gambar. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka ialah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati di
tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya. Lantas
mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka inilah
sejelek-jelek makhluk di sisi Allah” (HR. Bukhari no. 434).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan
bahwa yang dimaksud menjadikan kubur sebagai masjid ada dua makna:
No 1. Membangun masjid di atas kubur.
No 2. Menjadikan kubur sebagai tempat untuk sholat, di mana kubur
menjadi maksud (tujuan) ibadah. Namun jika seseorang sholat di sisi kubur dan
tidak menjadikan kubur sebagai maksud (tujuan), maka ini tetap bermakna
menjadikan kubur sebagai masjid dengan makna umum. (Al Qoulul Mufid, 1: 411)
Kami pernah mengajukan pertanyaan pada guru kami, Syaikh Sholeh Al
Fauzan hafizhohullah mengenai kasus suatu masjid, yaitu masjid tersebut
terdapat satu kuburan di arah kiblat namun di balik tembok, di mana kuburan
tersebut masih masuk halaman masjid, bagaimana hukum sholat di masjid semacam
itu?
Jawaban beliau hafizhohullah, “Jika kuburan tersebut masih
bersambung (muttashil) dengan masjid (artinya: masih masuk halaman masjid),
maka tidak boleh sholat di masjid tersebut. Namun jika kuburan tersebut
terpisah (munfashil), yaitu dipisah dengan jalan misalnya dan tidak menunjukkan
bersambung dengan masjid (artinya bukan satu halaman dengan masjid), maka boleh
sholat di masjid semacam itu”. (Durus Syaikh Sholeh Al Fauzan, Al Muntaqo).
Sholat di Masjid yang Ada Kubur, Sahkah ataukah Sholatnya Perlu
Diulang?
Jumhur ulama berpendapat, makruh sholat di masjid yang ada kubur.
Demikian pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah, juga merupakan salah satu pendapat
Imam Ahmad dan salah satu pendapat Imam Malik.
Adapun ulama Malikiyah berpendapat bolehnya tanpa ada penilaian
makruh.
Sedangkan ulama Hambali menganggap bahwa sholat di masjid yang ada
kubur dihukumi haram dan sholatnya tidak sah.
Pahami Kaedah!
Ulama punya kaedah dalam memahami hal ini,
فَكُلُّ نَهْيٍ عَادَ لِلَّذَوَاتِ أَوْ لِلشَّرْطِ مُفْسِدًا سَيَأْتِي
وَإِنْ يَعُدْ لِخَارِجٍ كَالعِمَّهْ فَلَنْ يَضِيْرَ فَافْهَمَنَّ العِلَّةَ
Setiap larangan yang kembali pada dzat atau syarat ibadah, maka itu
akan mencacati dan nanti akan datang penjelasannya
Sedangkan larangan yang kembali pada luar ibadah seperti menggunakan
imamah (yang haram), maka tidak mencatati, oleh karenanya pahamilah ‘illah
Ada dua hal yang bisa dipahami dari kaedah yang disampaikan oleh
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin di atas dalam Manzhumah Ushul Fiqh
(hal. 89) di atas: (1) suatu larangan yang ada kaitannya dengan zat atau syarat
ibadah, (2) suatu larangan yang tidak kaitannya dengan zat atau syarat ibadah,
namun di luar ibadah.
Larangan yang ada kaitannya dengan zat ibadah, maka membuat ibadah
itu tidak sah. Contohnya, wanita yang sedang haidh dilarang untuk sholat.
Larangan tidak boleh sholat ini ada kaitannya dengan zat ibadah, maka jika ada
wanita haidh sholat dalam keadaan tidak suci seperti itu, maka ibadahnya tidak
sah. Begitu pula larangan berpuasa pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, ini
kembali pada zat ibadah. Sehingga jika ada yang beribadah pada dua hari
tersebut, ibadahnya tidak sah bahkan dinilai berdosa.
Sedangkan larangan yang berkaitan dengan syarat ibadah seperti yang
para ulama bahas yaitu hukum sholat dengan kain sutera yang dilarang bagi pria,
apakah sholatnya sah ataukah tidak. Perlu kita ingat bahwa syarat sholat adalah
menutup aurat dengan pakaian yang mubah. Sedangkan sutera adalah pakaian yang
haram. Larangan ini ada kaitannya dengan syarat
sholat, maka membuat sholatnya tidak sah.
Adapun contoh larangan yang tidak ada kaitannya dengan zat maupun
syarat seperti:
– Sholat dengan imamah penutup kepala dari sutera. Hal ini tetap
membuat ibadah sah karena menutup kepala tidak termasuk syarat sholat, namun di
luar sholat.
– Memakai cincin emas bagi pria saat sholat. Hal ini tetap membuat
ibadahnya sah, sedangkan memakai cincin tersebut dinilai sebagai dosa
tersendiri.
Mengenai kaedah apakah larangan membatalkan ibadah, baca pula di
Ma’alim Ushul Fiqh karya Muhammad bin Husain Al Jizani (cetakan ke-9, tahun
1433 H), hal. 302-303.
Adapun yang sedang kita kaji yaitu sholat di masjid yang ada kubur,
apakah kembali pada zat ataukah di luarnya, para ulama khilaf. Namun karena
memperhatikan hadits-hadits yang ada, kami sendiri cenderung pada pendapat yang
mengatakan bahwa larangan sholat di masjid yang ada kubur kembali pada zat
ibadah. Sehingga sholat di masjid seperti itu tidak sah.
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Janganlah sholat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya”
(HR. Muslim no. 972). Ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa memang sholat
di masjid yang ada kubur itu terlarang. Sehingga konsekuensinya, ibadahnya
tidak sah. Wallahu Ta’ala a’lam.
Bagaimana Jika Sholat di Masjid yang Ada Kubur Dalam Keadaan Tidak
Tahu?
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
وسر الفرق أن من فعل المحظور ناسيا يجعل وجوده كعدمه ونسيان ترك المأمور لا يكون عذرا في سقوطه كما كان فعل المحظور ناسيا عذرا في سقوط الإثم عن فاعله
“Perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa siapa yang
melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka ia seperti tidak melakukannya.
Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya
perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka itu
uzur baginya sehingga tidak terkenai dosa.” (I’lamul Waqi’in, 2: 51). Lihat
bahasan selengkapnya: Melakukan Larangan dan Meninggalkan Kewajiban Karena
Lupa.
Dari kaedah Ibnul Qayyim di atas berarti yang mengerjakan sholat di
masjid yang ada kubur -padahal itu termasuk larangan- dalam keadaan tidak tahu,
maka berarti ia seperti tidak melakukannya dan ini berarti ibadahnya sah dan
tidak perlu diulang. Hal ini berbeda jika seseorang itu tahu dan dalam keadaan
ingat, lalu tetap tidak mengindahkan larangan dan sholat di masjid semacam itu,
maka ibadahnya tidak sah. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga tulisan diatas bisa menjadi ilmu yang
bermanfaat bagi kita semua.
Sumber : https://rumaysho.com