sepercik hikmah – Orang kaya berqurban, itu biasa. Tapi orang miskin berqurban, itu baru luar biasa. Rasulullah SAW pernah mengibaratkan, “Satu
dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” Para sahabat bertanya,
”Bagaimana bisa demikian?” “Ya, ada orang yang memiliki dua dirham
kemudian dia sedekahkan satu dirham. Sementara orang lain yang memiliki
banyak harta, bersedekah seratus ribu dirham” (H.R. An-Nasai).
1. Mbah Kemi
Contohnya
Mbah Kemi almarhum. Semasa hidupnya, lelaki tua yang telah berumur
lebih dari seratus tahun itu tinggal sendirian di sebuah gubuk di dusun
Kembang Kuning, Windusari, Magelang Jawa Tengah. Gubuk itu beratap
genteng berdinding bilik.
Untuk mengisi hari-hari Mbah Kemi rajin mengikuti pengajian walau harus berjalan kaki ke tetangga desa. Sisa snack pengajian dibawanya pulang untuk mengganjal perut. Satu kardussnack bisa mengganjal lapar sampai tiga hari.
Di gubugnya yang sempit itu, Mbah Kemi kemudian berbagi ruang dengan
seorang pria jompo kurang waras yang ia temukan di jalanan. Ia juga
berbagi ruang dengan seekor ayam betina yang sedang mengeram dan juga
kambing setengah baya. “Nanti kalau saya meninggal, kambing ini biar
dipotong untuk orang-orang yang ngurusi jenazah saya,” pesan Mbah Kemi.
Suatu ketika jelang Idul Adha, Ketua Yayasan Daarul Qur’an, Anwar
Sani, mampir ke gubug Mbah Kemi. Saat berpamitan pulang, Sani memberinya
Rp 150 ribu, dengan pesan untuk membeli makanan kalau nggak ada
makanan. Sang tamu prihatin lantaran Mbah Kemi sering mengonsumsi nasi
basi.
Ternyata, uang Rp 150 ribu itu akhirnya Mbah Kemi bawa ke pasar
bersama seekor kambing setengah baya miliknya. Sesampainya di pasar,
uang dan kambing mudanya ditukar dengan kambing jantan yang
besar. Kambing besar itu dibawanya pulang. Tapi tidak dimasukkan lagi ke
kandang, melainkan dibawa ke musholla depan rumah Mbah Kemi.
“Besok lusa kan Idul Adha, jadi kambing ini dipotong buat qurban
saja,” katanya. Saat ada tetangga yang menanyakan kenapa kambing
satu-satunya diqurbankan, Mbah Kemi menjawab, “Sakjane Mbah ki pengen
banget munggah kaji, tapi amargo durung iso, yo nyembeleh wedus disek
wae (Sebenarnya Mbah ingin sekali pergi haji, tapi karena nggak belum
bisa ya motong kambing aja dulu).”
Alhamdulillah, keinginan Mbah Kemi untuk bisa naik haji diijabah
Allah. Adalah donatur PPPA Daarul Qur’an yang tergerak hatinya untuk
memberangkatkan Mbah Kemi ke Tanah Suci. Pada awal Juni 2009, Mbah Kemi
berangkat umroh bersama Kafilah Daarul Qur’an.
2. Mak Yati & Maman
Lain lagi cerita Mak Yati (65). Diam-diam, ia ingin berqurban walau
dirinya cuma pemulung. Spirit berqurban ia serap dari kebiasaannya
memulung botol bekas di Masjid Al Ittihad Tebet Barat, Jakarta Selatan,
sambil nguping pengajian. Pengurus masjid pun mengenalinya.
Pada Senin, 22 Oktober 2012 yang bertepatan dengan 9 Dzulhijjah
malam, dengan menumpang bajaj Mak Yati memboyong dua ekor kambing
beserta rumputnya ke Masjid Al Ittihad. ”Ini untuk qurban saya,” katanya
kepada pengurus masjid yang terkaget-kaget dibuatnya.
Mak Yati yang tinggal di bedeng rongsok di kawasan Tebet, mengaku
memang sudah lama ingin berqurban. Asa itu terus dia pelihara sambil
menabung untuk membeli hewan qurban.
“Sudah lama Mak pengen qurban, sejak tiga tahun lalu. Tapi kan Mak
ini kerjaannya cuma mulung, jadi penghasilan nggak jelas. Buat makan
sehari saja kadang udah sukur. Jadi Mak ngumpulin dulu duit Rp 1000, Rp
1500 sampai tiga tahun, lalu Mak beliin kambing dua ekor. Sampai-sampai
penjual kambingnya Mak cegat di tengah jalan saking Mak pengen beli
kambing,” tutur Mak Yati yang menjalani profesinya sejak 1965 sambil
tertawa (detik.com, 26/10/2012).
Pengorbanan Mak Yati menembus pintu langit. Allah SWT menurunkan
ganjaran-Nya. Setelah kisah pengorbanannya jadi berita, Kementerian
Sosial membuatkan rumah untuk Mak Yati di kampung halamannya di
Purwosari, Pasuruan, Jatim.
Rumah tersebut bercat putih dan hijau dengan luas tanah 100 meter
persegi, dan luas bangunan 45 meter persegi. Mak Yati resmi menerimanya
pada 18 Februari 2013. Selain rumah, Mak Yati juga diberi uang makan
selama 3 bulan pertama sebesar Rp 2,8 juta dan modal usaha. Ia lalu
bertani di kampungnya.
3. Iwan Lutfi & istri
Kisah qurban yang luar biasa juga datang dari Iwan Lutfi dan istrinya
yang juga pemulung. Dengan kemampuannya, Iwan alias Acoy mengubah
triplek bekas menjadi miniatur rumah dan kendaraan, lalu dijual. “Kami
memang miskin, tapi pantang mengemis. Saya berusaha hidup lebih baik
untuk anak-anak,” ujarnya.
Geregetan karena setiap Idul Adha hanya jadi penerima daging qurban,
suami-istri itu bertekad suatu saat harus berqurban juga. Namun mereka
hanya berani mengadukan kegemasannya kepada Allah SWT dalam sujud-sujud
tahajud.
Jelang Idul Adha Oktober 2012, Iwan nonton sinetron Tukang Bubur Naik
Haji bersama sang istri. Tiba-tiba istrinya nyeletuk, ”Abi, kapan kita
naik haji? Terus kapan kita qurban?”
Lidah Iwan kelu tak mampu menjawabnya. Ia hanya meminta istrinya tak jemu berdoa.
Malam itu, istri Iwan tahajud pengin berqurban. Pagi harinya, ia
bilang tangannya gatal. ”Mungkin mau dapat rezeki ya Bi,” katanya
berharap.
Eh, tanpa disangka-sangka, malamnya ada dermawan mendatangi gubug
mereka di dekat Pasar Kembang Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Orang tak dikenal itu membelikan kambing qurban ukuran besar buat Iwan.
”Saya pikir itu kambing qurban untuk disembelih di sini atas nama
dia. Ternyata saya dibelikan kambing untuk berqurban,” kata Iwan seolah
tak percaya.
Sampai sekarang Acoy penasaran dengan dermawan misterius yang
memberinya kambing. “Sama sekali tidak tahu namanya. Ketika saya tanya
untuk keperluan mengirim doa, katanya pahala dan doa nggak bakal salah
alamat,” ungkap Iwan.
4. Bambang
Kemudian ada lagi Bambang. Setelah menabung lebih dari 5 tahun,
akhirnya pada Idul Adha 2013 kesampaian juga niat Bambang (51) untuk
membeli sapi qurban. Penarik becak satu anak di alun-alun Kota Pasuruan,
Jawa Timur, ini mengaku sangat bahagia.
“Alhamdulillah, kulo tiyang mboten gadah, tesih saget qurban (Saya
orang miskin masih bisa qurban),” kata Bambang, usai menyerahkan sapi
qurban seharga Rp 13 juta ke masjid di lingkungannya.
Bambang menuturkan, uang yang dia gunakan adalah hasil pendapatan
setiap hari dari penghasilannya menarik becak selama lebih dari lima
tahun. Ia sehari-hari berangkat narik sekitar pukul 06.00 sampai pukul
12.00.
Dalam satu hari, biasanya dia mendapat hasil Rp 20.000-Rp 50.000. “Ya
kadang Rp 20.000, kalau pas ramai bisa Rp 50.000,” katanya. Ia juga
mempunyai dua pelanggan tetap, yaitu seorang pelajar SDN Pakuncen dan
SMPN 5 Pasuruan.
Bambang menabung sebagian hasil nariknya di kotak penyimpanan di jok
becak miliknya. Pria yang mengaku tak pernah sekolah formal ini
menambahkan, uang pembelian sapi qurban selain dari hasil keringatnya
juga dibantu istrinya Mahmuda (46), yang bekerja sebagai tukang pijat.
*****
Hare gene belum hobi sedekah? Tapi tahukah Anda, apa sedekah yang
istimewa? Ya, qurban di Hari Raya Idul Adha. Sepert disitir dalam sebuah
hadits, “Tiada sedekah uang yang lebih mulia dari yang dibelanjakan untuk qurban di Hari Raya Adha”(HR Daraquthni).
Imam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah, Juz I:465,
menyebutkan bahwa qurban dan ‘aqiqah dari sisi nilai masih lebih utama
daripada shadaqah biasa. Fatawa Lajnah Da’imah no1149, menyebutkan bahwa
semakin bagus jenis hewan qurban, maka semakin tinggi nilai pahalanya
di sisi Allah SWT. Karena itu dalam hadits keutamaan sholat Jumat
dijelaskan bahwa orang yang pertama kali datang ke masjid seperti orang
yang berqurban onta, disusul pahala qurban sapi, kambing, ayam dan
telur.
Imam ‘Abdurrazzaq meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab yang berkata, “Berqurban dengan seekor kambing lebih kusukai daripada aku bersedekah 100 dirham” (Al-Mushannaf, Juz 4/388).
Berkata Imam Nawawi, “Bagi kami, menyembelih qurban itu lebih baik
dari sedekah sunnah. Berdasarkan hadits yang membicarakan keutamaan
qurban. Qurban berbeda dengan sedekah dari berbagai macam sudut pandang.
Qurban itu, syiar yang harus ditampakkan” (al-Majmu’ Syarah Muhadzzab,
Juz 8/425). [ ]
====
Sumber : yusufmansur