Bismillaahirrahmanirrahiim,
Wahai anakku, sesungguhnya kalau ada satu
butir biji sawi yang tersembunyi di dalam batu atau di langit atau di bumi, maka
Allah mengetahuinya. Sungguh Allah itu Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS.
Luqman : 16).
Allah SWT mempunyai nama indah Al-Khabir. Kha, ba dan ra,
itulah huruf-huruf penyusunnya. Kata yang tersusun dari huruf-huruf tersebut
berkisar maknanya pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemah-lembutan. Khabir
biasanya digunakan untuk menunjukan pengetahuan yang dalam dan sangat rinci
menyangkut hal-hal yang sangat tersembunyi.
Menurut Imam Al-Ghazali,
Al-Khabir adalah yang tidak tersembunyi baginya hal-hal yang sama dalam dan yang
disembunyikan. Tidak terjadi sesuatupun dalam kerajaan-Nya yang di dunia maupun
alam raya kecuali diketahui-Nya. Tidak bergerak atau diam satu butir atom pun,
yang tidak bergerak atau tenang satu jiwapun kecuali ada beritanya di sisi
Allah.
Allah mengetahui apapun yang di kandung hati atau di simpan oleh
pikiran. Bisikan-bisikan nafsu, ajakan-ajakan syetan, khayalan-khayalan pikiran,
prasangka-prasangka di hati, rencana-rencana jahat, komentar-komentar dan
gumaman hati, semua ada dalam pengetahuan Aallah.
Ada dua tindakan yang
dapat dilakukan untuk meneladani asma Al-Khabir ini:
a) menyangkut
Hubungan keluar dengan makhluk lain
Kita sadar bahwa pengetahuan kita
sangat terbatas, Kita tidak tahu isi hati dan kepala orang lain dan kita pun
tidak tahu banyak tentang maksud-maksud di balik penciptaan makhluk di sekitar
kita.
Berangkat dari kesadaran ini, maka akhlak yang patut dikembangkan
adalah baik sangka! Selalu berbaik sangka kepada Allah dan sesama. Bila kita
melihat orang yang cacat, seperti pincang, buta atau lumpuh, janganlah mencela
tetapi berbaik sangkalah, karena boleh jadi cacat itu pada fisiknya aja
sedangkan bathinnya penuh kemuliaan dan kesempurnaan karena ridho menerima
ketentuan Allah.
Bila kita mencela maka kitalah yang sebenarnya cacat.
Cacat hati karena tidak mampu melihat hikmah Allah, cacat adab karena
merendahkan makhluk Allah dan cacat akhlak karena baru bisa mencela dan tidak
mampu berbuat ataupun menolong.
b) menyangkut diri kita
sendiri
Pertama, kenalilah jasad ini dan hubungkan dengan kekuasaan
Allah. Kedua, kenalilah kekurangan-kekurangan kita dalam segi ilmu, sikap, dan
perilaku dan hubungkanlah dengan pengawasan Allah. Ketiga, kenalilah tujuan
hidup ini dan selaraskan dengan keinginan Allah.
Bila kita perhatikan
jasad ini, maka insyaflah kita dari mana asal kita dan siapakah kita, berasal
dari setetes air yang hina, kemana-mana membawa kotoran dan kalau sudah mati
menjadi bangkai, itulah jasad ini.
Tidak berdaya bila sudah kena
penyakit, bila sudah tua akan mengeriput dan melemah, Tidak ada yang patut
disombongkan. Bila kita memperhatikan betapa besar karunia Allah atas tubuh ini,
maka Insyaflah kita bahwa keindahan dan kesempurnaan tubuh ini Allah yang
membuat. Kekurangan dan kecacatanpun bukan kita yang menghendaki. Ini akan
melahirkan rasa terima kasih dan rasa menerima, Sibukkanlah diri melihat
kekurangan lalu bekerjalah untuk memperbaiki.
Kita tahu betapa bodohnya
kita dan betapa sedikitnya ibadah kita. Yang sedikit itu pun kita rusak dengan
tidak khusyu dan kita hancurkan dengan ketidak ikhlasan. Kita seharusnya malu
kepada Allah karena kebusukan-kebusukan kita.
Hidup ini untuk akhirat,
Awasilah setiap tindakan agar benar-benar diniatkan karena Allah dan selalu
berada di jalan Allah. Belajar dari Al-Khabiir membuat kita banyak melihat ke
dalam diri dengan waspada dan melihat keluar diri dengan berbaik
sangka.
Alhamdulillaahirobbil’alamin.
----------------------------------------------------------------------------
Sumber:
Buletin InfoDT Jakarta - No.16/Tahun IV/Oktober 2004
Rangkuman Pengajian
Majelis Manajemen Qolbu, Masjid Al-Azhar, Senin 27 September 2004. - Humas DT
Jakarta -